3 Kesalahan Fatal dalam Investasi Saham

Banyak sekali kita baca di berbagai media tentang curhat investor yang merugi besar sekali saat berinvestasi saham. Bahkan ada yang sampai rugi bermiliar-miliar rupiah. Kalau kita teliti, sebenarnya kerugian tersebut terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan investor sendiri saat berinvestasi saham. Kesalahan-kesalahan itu umumnya berujung fatal (mematikan) dalam arti akhirnya harga saham anjlok dalam dan tidak pernah kembali lagi ke level semula. Di dalam artikel ini akan dibahas 3 kesalahan fatal yang sering dilakukan dalam berinvestasi saham. Hal ini perlu diketahui, sehingga kita semua bisa belajar darinya.

3 Kesalahan Fatal dalam Investasi Saham

3 Kesalahan Fatal dalam Investasi Saham

ESALAHAN 1: TIDAK MEMPEDULIKAN FAKTOR FUNDAMENTAL
Apabila kita membaca artikel di atas, jelas sekali terlihat bahwa investor tersebut cuma membeli saham yang jelek secara fundamental. Isi portfolio sahamnya cuma saham gorengan atau saham sampah. Mungkin dia merasa "murah" saat membeli saham-saham tersebut. Padahal yang dibeli adalah perusahaan dengan fundamental buruk, misalnya kinerja keuangan jeblok. Alhasil saham yang "murah" bisa menjadi lebih murah lagi. Tidak heran modal 1 miliar jadi tinggal 50 juta.

KESALAHAN 2: TIDAK MELAKUKAN DIVERSIFIKASI
Kisah pedagang sate yang rugi dari saham AISA menunjukkan diversifikasi sangat penting. Ia menghabiskan semua uangnya di saham AISA. Saat saham tersebut anjlok, ya habislah semua uangnya. Seorang investor saham sebaiknya melakukan diversifikasi, yaitu membeli beberapa macam saham dari berbagai sektor untuk menyebar risiko. Misalnya satu saham turun, saham lainnya mungkin ada yang naik, sehingga total ruginya tidak besar. Diversifikasi yang dilakukan juga harus benar. Kalau seperti kisah investor yang cuma membeli banyak saham tapi semua saham Bakrie itu juga bukan diversifikasi yang baik.

KESALAHAN 3: TIDAK MELAKUKAN REVIEW SECARA PERIODIK
Tidak selamanya kinerja perusahaan selalu bagus. Ada kalanya turun, dan ada kalanya ada kasus. Seperti saham AISA, sebelum ada kasus beras palsu, kinerjanya terbilang baik. Bahkan digadang-gadang menjadi the next UNVR. Tapi setelah kasus beras palsu terjadi, kinerjanya jeblok, dan harga sahamnya meluncur turun. Investor saham yang melakukan review pada saham secara periodik tidak akan terjebak pada hal seperti ini. Ia seharusnya menjual saham saat kinerja perusahaan menjadi buruk. Banyak investor justru tidak peduli dan tetap kukuh menahan sahamnya, sehingga dapat ditebak endingnya bukan cerita bahagia.